
Mata yang tadi terpejam kini perlahan terbuka. Meregangkan kakinya sebelum duduk tegak di tempat tidur. Menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu bangkit untuk membuka jendela kamarnya. Terlihat mbak Sum, asisten rumahnya sedang menyapu halaman rumah, terlalu pagi untuk melakukan tugas itu.
Sarah mulai mandi dan segera memakai seragamnya. Menyisir rambutnya kemudian mengikatnya. Ikatan pada rambutnya tak rapih karena selama bertahun-tahun bundanya—lah yang mengikat rambutnya
Sarah keluar dari kamarnya dengan tas di punggunya, mulai memasuki kamar Jadha untuk membangunkan sang adik. Namun, bukannya menemukan sang adik, Sarah malah melihat tempat tidur sang adik kosong namun sudah rapih tidak seperti biasanya.
"ayah." panggil Sarah pada ayahnya yang sedang memakai sepatu di sofa ruang tamu.
"ya, kak?" jawab ayahnya.
"Jadha kok gak ada di kamar, yah?"
"Jadha di depan tuh, lagi disuapi sarapan sama—"
"oh, oke yah."
Langkah kakinya santai, tidak terburu-buru seperti kemarin. Ia menenteng sepatunya sambil berjalan menuju teras rumah dimana Jadha berada.
"Jadha, gak sek—" ucapnya berhenti saat melihat seseorang di sebelah Jadha.
Sang adik dan sesosok pria di sebelahnya bersamaan menoleh ke arah Sarah.
"sekolah, itu Jadha udah pake baju sekolah." ucap pria tersebut sambil menyuapi nasi goreng pada Jadha.
"ngapain kamu disini?" tanya Sarah.
"suapin Jadha, emang kamu gak liat?" jawabnya.
"bukan itu."
"lalu apa?"
"Gamad."
"ya?"
Kedua pasang mata bertatapan cukup lama, sepasang mata menatap dengan tatapan rindu, sepasang mata lagi menatap dengan tatapan marah.
"untuk apa kamu disini?" tanya Sarah kembali.
"jemput kamu, seperti biasa." jawab Gamad sebelum berdiri di depan Sarah.
"setelah kamu diemin aku selama 3 hari?"
"dua."
"ya oke, dua hari."
"aku minta maaf." ucap Gamad.
"untuk?"
"diemin kamu selama dua hari."
"gak mau."
"bukannya kamu gak bisa kalau kita saling diem satu sama lain?" tanya Gamad. "motor aku udah nungguin kamu, kangen kamu duduk di belakang."
"aku udah pesen ojek."
"cancel."
"gak."
"yaudah."
Gamad meletakkan piring nasi Jadha di meja yang ada di teras kemudian mulai pergi meninggalkan teras tersebut, ia menuju motornya.
"om, Gamad duluan."
"bukannya mau jemput Sarah?"
"Sarahnya gak mau."
Gamad mulai memakai helmnya sebelum menyalakan mesin motornya. Memundurkan motornya keluar gerbang kemudian menancap gas dengan kasar. Sarah hanya melihatnya dari teras rumahnya, menatapnya dengan tatapan kesal karena Gamad pergi tak pamit padanya.
'padahal aku rindu kamu, Mad. aku seneng kamu disini, aku mau dibujuk. mana kamu yang dulu.'
Wajah Sarah masam. Rasanya ingin menangis namun tak ingin menangis sepagi ini. Mungkin suasana hatinya akan buruk sepanjang hari, ia masih ingin melihat Gamad.
'ini adalah aku yang dulu, Rah. aku selalu seperti ini, tidak pernah berubah. dunia yang terlalu banyak bercanda, dunia terlalu memaksa dan bajingan. aku lelah, Rah.'